Dijelaskannya juga, sebelumnya Mahasiswa UGM Yogyakarta bersama BPBD
Provinsi Jateng dan Kabupaten, telah memasang EWS (Early Warning System) di
tiga tempat berbeda pasca kejadian tersebut, yaitu berlokasi di Bukit Labuan
Bulan (mahkota longsoran) dan Dusun Jojogan untuk mendeteksi pergerakan tanah,
sedangkan di Dusun Nangka Gede akan berbunyi apabila curah hujan lebat.
“Sirine EWS akan berbunyi jika terjadi pergerakan tanah di Labuan Bulan.
Selanjutnya apabila bukit tersebut longsor, dampaknya akan menuju ke Dusun
Jojogan, Cibuhun dan Nangka Gede. Jadi, warga kami bisa menjauh dari titik
rawan bencana lebih awal jika sirine di Nangka Gede berbunyi tanpa harus
menunggu bunyi alarm pergeseran tanah,” ungkapnya.
Di Jojogan sendiri, retakan ini lebarnya 30 centimeter dan panjang 10 meter
pada tebing setinggi 7 meter. Tujuh perumahan penduduk disini dengan 20 orang,
perlu meningkatkan kewaspadaan karena tanah mudah terlepas di sekitar mahkota
longsor lama, jika terlalu banyak menyerap air di puncak musim penghujan
Januari-Februari 2019. Pihaknya juga telah
memetakan jalur dan tempat evakuasi mulai dari Dusun Cibuhun ke Cinangka dengan
titik kumpul pertama di Balai Desa Pabuaran, sedangkan titik kumpul kedua
terletak di Masjid Nurul Huda Dusun/Desa Pasirpanjang. Untuk Helipad berada di
dua Lapangan Sepak Bola, yaitu Pasirpanjang dan Pabuaran.
“Jika terjadi bencana kembali, untuk Dapur Umum (DU)
akan didirikan di Depan Kantor Desa Pasirpanjang dan Pabuaran, kedua tempat ini
kini juga berfungsi sebagai Posko Penanganan Bencana Alam. Untuk rujukan
penanganan medis terdekat yaitu Puskesmas Bentar Salem, RSUD Kecamatan Bumiayu
dan RSUD Majenang Kabupaten Cilacap. Sosialisasi bagi warga kedua warga desa
binaan ini sedang kami rencanakan secepatnya,” tutupnya. (Aan 0713).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar